Jumat, 16 September 2011

Bukti Emas Bubble: Dominasi Spekulasi

Banyak cerita yang bisa digunakan untuk rasionalisasi bahwa kenaikan harga emas saat ini akan terus berlangsung, sebagaimana yang ditulis oleh Muhaimin Iqbal, pemilik Gerai Dinar. Cerita semacam ini selalu muncul mengiringi bubble di mana saja dan kapan saja. Ketika harga properti di AS sedang melonjak, banyak pakar dari penasihat keuangan dan properti yang menulis bahwa kenaikan harga properti saat itu fundamental, bukan bubble, dan karenanya akan terus berlangsung. Dan kita tahu bagaimana ujungnya: krisis subprime mortgage yang membawa keruntuhan lembaga keuangan dan perekonomian Amerika dan Eropa.

Di posting sebelumnya, sudah saya tunjukkan bahwa tren kenaikan harga emas baru dimulai tahun 2002, setelah dua dekade sebelumnya mengalami tren menurun. Apa yang menyebabkan perubahan tren ini? Jika kita ikuti peristiwa yang terjadi sebelumnya adalah kejatuhan harga-harga saham di AS di tahun 2001. Kejatuhan ini disebabkan oleh pecahnya bubble dot com, yakni bubble harga saham perusahaan IT dan berbasis internet.
Index Komposit NASDAQ

Ketika bursa saham crash, uang hasil penjualan saham tidak lalu diam begitu saja menunggu tanda-tanda bursa pulih. Investor akan mencari peluang-peluang baru untuk menggandakan uangnya. Kali ini, pilihan jatuh pada properti dan emas. Karenanya mulai tahun 2002, harga properti di AS dan harga emas mengalami akselerasi yang jauh melebihi tren jangka panjangnya, sebagaimana bisa dilihat di grafik di bawah.

Harga Emas

 

Gelembung harga di sektor properti telah pecah di tahun 2007, dipicu oleh kenaikan bunga dan permasalahan kredit yang mengikutinya. Bubble emas masih bertahan karena tidak ada yang memicu, bahkan sebaliknya bubble itu semakin besar karena menjadi safe heaven dana investor yang lari dari pasar properti dan pasar uang yang hancur. Guyuran dolar dari bank sentral AS dalam rangka mendorong ekonomi AS tumbuh lagi justru menjadi bahan bakar yang semakin memperbesar bubble emas.

Bahwa kenaikan harga emas sejak tahun 2002 didorong oleh permintaan spekulatif, bukan permintaan fundamental untuk perhiasan dan elektronik, bisa dicermati dari grafik di bawah yang saya ambil dari presentasi buku tahunan CPM group 2011. Volume perdagangan emas di pasar future (tempat spekulan bermain) meningkat drastis sejak 2002. Sementara arus pasar fisik emas sangat kecil dibanding volume pasar future, seperti kelinci bersanding dengan gajah.

Volume Perdangangan Emas di Pasar Future
Komposisi Perdagangan Emas

Data dan paparan di atas merupakan bukti bahwa kenaikan harga emas sekarang ini adalah bubble yang merupakan kelanjutan dari bubble dot com dan bubble properti di AS. Ini hanya permainan spekulan yang memindah uangnya dari satu jenis aset ke lainnya, dan dari satu negara ke negara lainnya. 

Serial bubble dan krisis ini sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu. Ketika bubble emas di akhir tahun 1970an pecah, investor lari ke Jepang. Pecahnya bubble properti di Jepang pada awal 1990 membuat uang panas lari ke Asia Tenggara, termasuk ke Indonesia. Bubble di Asia Tenggara berakhir dengan krisis di tahun 1997, yang mana Indonesia tenggelam paling dalam. Setelah itu, uang kembali ke AS dan menciptakan bubble dot com, lalu disusul bubble properti dan emas. 

Bubble emas adalah bubble yang tersisa. Silahkan jika anda ingin mencicipi bagaimana rasanya menjadi korban bubble pecah. Saran saya, tahan nafsu rakus anda. Tanya ke korban pecahnya bursa saham Indonesia di tahun 2008, bagaimana pahitnya kehilangan uang dari judi modern yang saat ini berbentuk pasar uang dan pasar komoditas.

4 komentar:

bhayu Purnomo mengatakan...

Lima Jempol buat Pak Said (*pinjem jempol temen 1..)

Bisa di tambahin analisa tntang "Call Option" gold juga Pak. Kaya John Travolta di Pelham 123 :)

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum, mas Aung, dimas kiy, LEBI,lg diskus ttg emas ma istri, ee dpt blog ilmiah ini ternyata antum yg nulis, keren2...
koq analisisnya serem ya, bgmn kemungkinan tjdnya krisis seperti thn 98? dan lgkh2 preventif apa utk menyelamatkan ekonomi keluarga, terutama utk org yg kerja disektor swasta, jd karyawan, ngono... suwun..

Said mengatakan...

@Bhayu: thanks jempolnya.
@Dimas: coba kamu baca dulu postingku sebelumnya yg judulnya "Koreksi Paradigma Investasi". Jadi lurusin paradigma investasi dulu. Urusan pilihan investasi cuma turunan dari paradigma kita. Aku masih pengin nulis lebih lengkap lagi tentang gimana harusnya investasi, biar ga kejebak riba dan spekulasi. Insya Alloh kalau diberi kelapangan waktu pikiran.

ronym mengatakan...

Karena kita mengukur harga dengan US Dollar... maka ada beberapa pertanyaan :
1. Apakah US Dollar... tetap daya belinya selama 50 tahun terakhir.
( sehingga bisa kita jadikan ukuran... ibarat kita menimbang beras... pakai timbangan yang kita beri karet... jadinya ya... tidak sesuai dengan berat sesungguhnya )
2. Apakah US Dollar... tidak mengalami ekspansi kredit
( sehingga menyebabkan real estate, saham, dll menjadi bubble )
3. Apakah US Dollar... masih menggunakan standar emas melalui perjanjian Bretton woods... yang dengannya US Dollar di peg ke $35 per oz emas
( kemudian mengapa ada kejadian Nixon Shock ? )
.
jika ke tiga pertanyaan tersebut bisa dijawab, maka masuk ke pertanyaan berikut ini :

http://blog.milesfranklin.com/is-gold-over-valued