Minggu, 20 Februari 2011

Keuangan Islam: Maju atau Mundur?

Evaluasi perkembangan keuangan Islam bisa diukur dari sisi kuantitas dan kualitas. Dari sisi kuantitas jelas terjadi kemajuan dengan pertumbuhan tinggi aset. Namun bagaimana dengan kualitas kepatuhan syariahnya?
Jika kita cermati ide awal keuangan Islam adalah keuangan yang berbasis bagi laba dan rugi. Namun pada praktiknya, pembiayaan berbasis bagi laba-rugi ini kalah dominan dibandingkan pembiayaan berimbalan tetap berbasis utang dan jual-beli.

Di Indonesia, statistik porsi pembiayaan bagi hasil bank syariah cenderung meningkat sepanjang waktu. Padahal kenyataannya, bank syariah hanya melakukan channeling/executing dana ke BMT dengan akad mudharabah, namun terdapat syarat bahwa penyaluran dana tersebut hanya boleh menggunakan akad murabahah. Jadi sebenarnya apa yang terjadi pada keuangan Islam di Indonesia tidak berbeda dengan negara lainnya, yakni murabahah menjadi akad dominan dan porsi mudharabah/musyarakah tidak signifikan.

Senin, 07 Februari 2011

Perlukah Utang untuk Beli Motor, Mobil, Rumah, dll?

Pada prinsipnya, seorang muslim seharusnya menghindari utang kecuali jika ada kebutuhan mendesak. Sebaliknya, seorang muslim sangat dianjurkan memberikan utang juga dalam rangka memenuhi kebutuhan mendesak saudaranya itu.

Namun kini banyak muslim yang terbawa arus konsumtif masyarakat Barat yang suka membeli sesuatu yang bukan kebutuhan mendesak dengan cara berutang. Cobalah evaluasi secara jujur, apakah betul-betul sudah tidak ada alternatif lain sehingga kita perlu berutang untuk membeli sepeda motor, mobil, rumah, atau lainnya?


Jika memang belum punya uang cukup untuk beli mobil, cukuplah beli sepeda motor dulu. Kalau masih belum mampu beli sepeda motor, bisa beli sepeda onthel. Kalau jaraknya terlalu jauh untuk ditempuh dengan sepeda onthel, kita masih bisa naik angkutan umum baik bis, KRL, ojek, bajaj, maupun becak.

Kalau belum punya cukup uang untuk beli rumah, bisa ngontrak dulu. Uang tabungan untuk beli rumah biar tidak tergerus inflasi bisa diinvestasikan dulu. Kalau mau dihitung benar-benar, secara finansial jauh lebih menguntungkan kontrak rumah sembari investasikan tabungan di sektor riil.

Kalau ngontrak rumah pun ga mampu, bisa ngekost 1 kamar dulu. Kasihan dengan keluarga jika hanya tinggal di 1 kamar, sementara keluarga titip di mertua dulu.

Jika kita bertekad kuat untuk menghindari utang dan hidup sesuai dengan kemampuan, insya Alloh selalu ada cara lain. Kecuali jika sudah terkait kebutuhan hidup yang dasar, barulah kita perlu menahan malu untuk berutang. Ironinya kini, orang justru bangga jika bisa berutang di bank dan semakin kaya orangnya justru semakin banyak utangnya. Orang kaya banyak ditawari kredit, orang miskin justru sulit dapat utangan.