Selasa, 27 Januari 2009

Efektifkah Stimulus?

Pada posting lalu, saya telah memaparkan rencana stimulus pemerintah dan dampak yang diharapkan. Kali ini, saya akan menganalisis apakah stimulus tersebut akan mencapai tujuannya.

Masalah utama perekonomian kita saat ini berada di sisi ekspor. Krisis di Amerika dan Eropa menjalar ke perekonomian dunia melalui jalur perdagangan internasional. Setiap negara yang menjadikan kedua wilayah itu sebagai tujuan utama ekspor akan mengalami penurunan pendapatan pada sektor ekspor. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor Indonesia yang kedua terbesar setelah Jepang. Penurunan ekspor ke Amerika Serikat akan mendorong perusahaan eksportir memberhentikan sebagian atau seluruh pekerjanya.

Sekarang kita lihat rencana stimulus dari pemerintah. Sebagian besar rencana tersebut tidak ada kaitannya dengan sektor ekspor kita. Argumen di balik stimulus tersebut adalah bahwa belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat harus didorong untuk mengkompensasi penurunan ekspor, sehingga pertumbuhan ekonomi dan penyerapan pekerjaan dapat terjaga.

Ada empat kritik saya terhadap argumen tersebut. Pertama, pengangguran tercipta pada industri penghasil barang ekspor, akan tetapi stimulus juga disalurkan pada industri-industri selainnya. Stimulus di luar sektor ekspor tidak akan mampu menyerap pengangguran dari sektor ekspor. Hal ini disebabkan penganggur mantan pekerja sektor ekspor belum tentu memiliki ketrampilan untuk dipekerjakan di sektor lain, misal infrastruktur.

Kedua, stimulus pada sektor lain yang sudah mendekati full employment tidak akan efektif menyerap tenaga kerja baru. Belanja pada proyek infrastruktur akan mengalihkan perusahaan dan pekerjanya dari proyek swasta sehingga menurunkan investasi.

Ketiga, stimulus yang dibiayai dengan surat utang akan mengalihkan dana dari investasi swasta. Pemerintah harus menawarkan bunga yang bersaing dengan utang swasta dan imbal saham agar surat utangnya terjual. Dampaknya, swasta menderita biaya modal lebih tinggi dan beberapa proyek investasi tidak lagi layak pada tingkat bunga yang lebih tinggi. Penurunan investasi karena peningkatan belanja pemerintah ini mengurangi dampak stimulus pada pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Keempat, kita perlu memikirkan beban pelunasan utang dan pembayaran bunga bagi pemerintahan mendatang. Penurunan belanja pemerintah atau kenaikan pajak di masa mendatang memperlambat pertumbuhan di masa itu. Apakah kita yakin keadaan ekonomi saat ini sedemikian gawatnya sehingga harus ditolong dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang?

Rabu, 21 Januari 2009

Mengharap Dampak Stimulus

Pemerintahan SBY berusaha menggenjot kinerja ekonomi di akhir masa jabatannya dengan menggelontorkan stimulus ke sektor riil. Tahap pertama stimulus dari APBN 2009 sebesar 12,5 triliun diwujudkan dalam bentuk potongan pajak PPN, PPh, dan bea masuk. Tahap kedua stimulus masih menunggu pembahasan APBN-P 2009. Dari rencana awal 38 triliun, berita terakhir pemerintah menurunkan janji stimulus menjadi 15 triliun. Selain masih dialokasikan untuk potongan pajak, stimulus kedua ini juga akan diwujudkan dalam bentuk infrastruktur, subsidi, kredit, dan program pemberdayaan. Selain itu, penurunan harga BBM dan tarif angkutan

Dilihat dari wujud stimulus, nampak ada 4 sasaran yang ingin dicapai pemerintah.

Pertama, akselerasi pertumbuhan. Potongan PPh pribadi ditujukan untuk merangsang konsumsi agar dapat mengkompensasi penurunan ekspor akibat krisis global. Pembengkakan belanja pemerintah pada infrastruktur, subsidi, kredit, dan program lainnya juga merupakan jalan pintas untuk mendorong pertumbuhan.

Kedua, mengurangi pengangguran. Pembangunan infrastruktur merupakan program yang paling banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan program lainnya. Program kredit UMKM juga menyerap tenaga kerja jika dapat berdampak pada pengembangan skala usaha. Keringanan PPh untuk perusahaan yang dibayangi rencana PHK, terutama karena permintaan ekspor menurun, juga akan mengerem laju penciptaan pengangguran baru. Secara umum, seluruh bentuk stimulus yang dimaksudkan untuk mengakselerasi pertumbuhan juga akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja.

Ketiga, pengurangan kemiskinan. Subsidi-subsidi merupakan senjata pengurangan kemiskinan yang langsung menciptakan daya beli. Program pemberdayaan tidak dapat diharapkan dapat memberi hasil dalam jangka pendek.

Keempat, penurunan inflasi.  Memanfaatkan momentum penurunan harga minyak mentah, pemerintah SBY secara bertahap menurunkan harga BBM hingga mencapai 25% serta mendesak agar tarif angkutan turun 10%. Dorongan lebih besar pada penurunan inflasi dilakukan dengan memotong PPN barang jadi dan bea masuk impor, serta melanjutkan berbagai subsidi.

Tiga sasaran pertama sesuai dengan slogan 3 pro yang sering didengungkan SBY sejak awal menjabat, yakni pro poor, pro growth, dan pro job. Sasaran inflasi masuk ke prioritas pemerintah tahun ini, terutama setelah inflasi tahun 2008 menembus 2 digit, yakni 11,06 persen, naik tajam dari tahun 2007 sebesar 6,29 persen. Pemerintah nampaknya ingin memperbaiki prestasi stabilisasi harga sendiri tanpa bergantung pada BI.

Apakah stimulus akan mencapai sasarannya? Tunggu postingan berikutnya… insya Alloh.