Rabu, 07 Mei 2008

Sesat Pikir tentang Subsidi BBM dan Persoalan Timing Pencabutan

Mencermati tanggapan berbagai kalangan mengenai perlu-tidaknya kenaikan harga BBM bersubsidi, saya menemui beberapa kesalahan asumsi dan penyimpulan.
  1. Kenaikan harga minyak mentah meningkatkan defisit APBN. Kenaikan harga minyak mentah meningkatkan pendapatan dan belanja sekaligus, sehingga ceteris paribus dampak totalnya akan tidak signifikan, baik positif maupun negatif. Kenaikan defisit APBN 2008 lebih didorong oleh penurunan asumsi lifting minyak mentah dalam negeri, sehingga semakin banyak impor minyak yang diperlukan untuk mencukupi konsumsi domestik.
  2. Defisit ini harus dijaga agar tidak melebihi 2 persen. Doktrin tersebut adalah ajaran Washington Consensus yang dikampanyekan oleh IMF. Adalah wajar bagi suatu perekonomian dalam resesi jika pemerintah melakukan defisit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Memang dalam resesi saat ini yang bersumber dari sisi penawaran, kebijakan ekspansif berisiko meningkatkan inflasi. Namun jika memang inflasi yang dikhawatirkan pemerintah dari besarnya defisit ini, maka kenaikan harga BBM bersubsidi tidak konsisten dengan kekhawatiran tersebut. Lalu untuk apa pemerintah menjaga defisit tetap rendah jika konsekuensinya justru meningkatkan inflasi sekaligus mengerem pertumbuhan ekonomi?
  3. Tidak ada cara lain untuk mengurangi defisit kecuali kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebaliknya, banyak cara selain kenaikan tersebut. Pemerintah bisa melakukan efisiensi anggaran lebih jauh, menahan windfall profit kenaikan harga minyak mentah yang menjadi hak daerah, pembatasan BBM bersubsidi, dll. Kenaikan harga BBM bersubsidi sekarang lebih dimotivasi untuk memanfaatkan momentum dukungan sebagian masyarakat, khususnya dari asosiasi pengusaha dan sebagian ekonom, kepada kenaikan ini.
Saya hanya ingin menjelaskan duduk perkara agar tidak terjadi kesalahpahaman. Saya sendiri mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi.


Timing

Hanya saja, saya masih mempertimbangkan satu argumentasi keberatan pada kenaikan tersebut, yakni persoalan timing. Baru saja pada awal tahun ini rakyat menderita akibat kenaikan harga komoditas pangan yang merupakan masalah internasional. Belum pulih dari penderitaan itu, rakyat harus lagi menderita jika harga BBM bersubsidi naik dalam waktu dekat.

Saya kira sebaiknya kenaikan itu tidak dilakukan di awal bulan mendatang. Tunggulah sampai kuartal empat, sehingga masyarakat sudah cukup melakukan penyesuaian dengan kenaikan harga komoditas pangan lalu. UKMK sudah sempat menaikkan harga produknya dan para buruh sudah berhasil meminta kenaikan upah.