Sabtu, 08 Januari 2011

Cara Menetapkan Marjin Murabahah

Hingga saat ini, sebagian besar pembiayaan di lembaga keuangan syariah menggunakan basis akad murabahah, yakni penjualan yang menerangkan harga pokok dan marjin yang diambil. Sebenarnya, jika ditinjau dari sisi kredit yang diberikan, istilah yang lebih tepat adalah bay' bi tsaman 'ajil (penjualan angsuran). Penggunaan istilah murabahah menekankan pengambilan marjin oleh LKS di atas harga beli dari pemasok.

Praktik perhitungan marjin saat ini masih menggunakan pola perhitungan bunga dalam kredit konvensional. Besar marjin ditetapkan selain berdasarkan modal yang digunakan juga berdasarkan jangka waktu dan metode pelunasan. Sebagai dasar perhitungan, LKS telah menetapkan tingkat ekuivalen marjin efektif per tahun. Cara perhitungan seperti ini mengimpor dari metode perhitungan bunga nominal dan bunga efektif dalam keuangan konvensional.

Sebenarnya, metode ini tidak tepat diterapkan dalam pembiayaan Islam berbasis akad utang seperti pembiayaan murabahah. Hal ini karena hukum Islam melarang penambahan dan pengurangan total pembayaran utang, kecuali atas inisiatif dan kesukarelaan pihak yang terkena beban. Sekali harga disepakati, maka realisasi cara pembayaran tidak dapat mempengaruhi total nilai pembayaran.

Lalu bagaimana seharusnya cara LKS menghitung marjin untuk pembiayaan murabahah ini? LKS semestinya tidak perlu memperhitungkan jangka waktu pelunasan dalam menetapkan marjin. Jadi cukup satu harga untuk satu item barang yang djual, tanpa melihat berapa lama masa pelunasan.


Keberatan mungkin datang dari penjual karena semakin lama masa waktu pelunasan, semakin banyak ia kehilangan potensi keuntungan dari pemanfaatan modal barang yang belum lunas tersebut. Di sisi lain, pembeli juga keberatan jika harus membayar lebih mahal untuk barang yang ia lunasi pembayarannya lebih cepat.

Untuk mengatasi keberatan tersebut, bisa ditempuh dua strategi. Pertama, penjual menetapkan harga lebih tinggi untuk masa pelunasan yang lebih lama. Strategi kedua adalah harga ditetapkan dalam satuan emas.

Seperti dijelaskan sebelumnya, strategi pertama tidak akan efektif jika dalam praktik pelunasan itu tidak tepat waktu. Efektivitas cara ini bisa ditingkatkan jika pembeli dapat didorong untuk melunasi tepat waktu. Dorongan ini biasanya berupa reputasi dan denda.

Seorang yang dengan sengaja menunda pelunasan utang akan memperoleh reputasi buruk yang dapat mempersulit dirinya untuk mendapatkan kredit lain, baik dari pemberi pinjaman yang ia telat membayar maupun dari pemberi pinjaman potensial lainnya. Apalagi kini Bank Indonesia telah membuat sistem basis data debitur untuk perbankan, sehingga jejak rekam buruk debitur bermasalah akan dapat diketahui oleh semua bank di Indonesia.

Selain itu, LKS juga boleh mengenakan denda untuk keterlambatan pembayaran. Hanya saja, denda ini tidak boleh diambil sebagai keuntungan oleh LKS tersebut, tapi harus disalurkan untuk keperluan sosial.

Pada strategi kedua, harga tidak perlu dibedakan untuk tiap masa pelunasan yang berbeda. Akan tetapi, penjual dan pembeli bersepakat untuk menyepakati harga transaksi dalam satuan komoditas, bukan satuan mata uang. Komoditas yang dijadikan satuan harga dipilih dari jenis yang cenderung mengalami kenaikan harga setara atau lebih tinggi daripada barang dan jasa lainnya. Cara ini paling tidak bisa mengurangi risiko kerugian penjual dari penurunan nilai mata uang yang menjadi basis harga transaksi.

Namun cara ini masih belum dapat menggantikan potensi keuntungan yang hilang dari tertahannya modal. Namun jika harga komoditas naik lebih cepat dari inflasi, keuntungan apresiasi harga ini bisa mengkompensasi paling tidak sebagian dari potensi keuntungan tersebut.

Pemilihan komoditas yang menjadi basis harga transaksi berperan penting dalam cara kedua ini. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan komoditas, selain kecenderungan perubahan harga antarwaktu, adalah likuiditas komoditas tersebut serta selisih harga beli dan harga jual pada satu waktu. Komoditas yang likuid akan memudahkan penjual untuk menukarkan komoditas pembayaran menjadi uang. Komoditas yang dipilih juga sebaiknya memiliki selisih harga beli dan harga jual yang kecil, untuk meminimalkan selisih nilai yang dibayarkan pembeli dengan yang diterima penjual.

Tidak ada komentar: