Okezone.com (29/1) memberitakan bahwa Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mau pingsan mendengar anggaran kementerian dan lembaga akan dipotong 15 persen. Sementara Menkeu tetap bersikukuh bahwa pemotongan tersebut tidak dapat dibatalkan demi menyelamatkan APBN dari defisit besar. Ada apa di balik potongan anggaran tersebut?
Tulisan terakhir saya tentang penghematan anggaran ini menyetujui potongan anggaran tersebut selama sasarannya bukan program terkait pengentasan kemiskinan dan pembangunan infrastruktur. Pengecualian dua jenis program tersebut berdasarkan kriteria prioritas penerima manfaat, kecepatan penyerapan, dan kepentingan ekonomi jangka panjang. Saya awalnya menduga bahwa pendapat saya selaras dengan apa yang direncanakan pemerintah.
Nampaknya, motif pemerintah dalam memotong anggaran semata untuk mencegah defisit APBN yang terlalu besar. Pernyataan Menkeu sebelumnya mengenai pengalihan "sebagian" anggaran menjadi subsidi pangan sepertinya hanya pemanis bibir belaka. Saya menduga penghematan tersebut disebabkan besarnya kemungkinan realisasi penerimaan negara yang lebih rendah dari rencana (misal karena realiasi lifting minyak yang semakin menurun) dan pembengkakan anggaran akibat kenaikan harga minyak dunia.
Parahnya, potongan tersebut terkesan membabi-buta tanpa melakukan prioritas kementerian/lembaga dari lainnya. Mungkin generalisasi ini dimaksudkan untuk tidak menimbulkan kecemburuan antar Menteri/Kepala Lembaga.
Anggaran Departemen Kesehatan selama ini masih tidak mencukupi kebutuhan pembiayaan program-programnya yang pro kemiskinan. Tahun lalu saja, tunggakan tagihan Askeskin mencapai Rp1,245 triliun. Padahal mayoritas anggaran Depkes telah dialihkan pada program ASkeskin ini untuk menghadapi lonjakan tagihan tersebut.
Selama tahun 2007, program Askeskin telah mencakup 60 juta orang. Program ini merupakan jaring pengaman sosial yang sangat penting karena perawatan kesehatan seringkali menguras aset keluarga yang merupakan hasil tabungan seumur hidup.
Kesan minimnya anggaran untuk Askeskin terlihat dari nilai premi yang dibayarkan pada PT Askes sebagai lembaga pengelola Askeskin. Pemerintah hanya membayar premi Rp 5000 per penerima Askeskin. Dengan nilai yang begitu kecil, sulit diharapkan pelayanan yang baik dan perawatan untuk penyakit berat bagi penerima Askeskin.
Atas dasar itu, saya merasa tidak sepantasnya anggaran bagi program Depkes masuk ke daftar pemotongan anggaran. Sebaliknya, Depkes layak mendapat prioritas untuk penambahan anggaran, jika ada rencana untuk itu.
Apakah saya terlalu berempati dengan Menkes?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar