Kamis, 30 Desember 2010

Ekonomika Gadai Emas

Emas sebagai Lindung Nilai

Emas merupakan lindung nilai yang baik dalam jangka panjang karena nilai tukarnya dengan barang dan jasa lain cenderung stabil, bahkan 10 tahun terakhir ini mengalami kenaikan nilai tukar – kenaikan harga emas melebihi tingkat inflasi. Namun emas ini kurang baik untuk lindung nilai jangka pendek karena fluktuasi permintaan dan penawaran.

Masalahnya bukan pada apakah emas baik sebagai lindung nilai, tapi apakah lindung nilai itu sendiri baik?

Jika menggunakan logika emas sebagai uang, manfaat uang adalah memfasilitasi pertukaran. Uang tidak dapat memberi manfaat langsung bagi pemiliknya. Karenanya, jika seseorang menahan uang, tidak membelanjakannya, ia telah berbuat sia-sia.

Emas dalam bentuk koin maupun batangan juga tidak memberi manfaat ketika hanya disimpan.
Emas bisa memberikan manfaat jika digunakan sebagai alat tukar, perhiasan, bahkan sekarang ada yang menjadikannya bahan kosmetik.


Lalu apa yang dimaksud konsep emas sebagai lindung nilai? Apakah lindung nilai ini berarti mempertahankan daya beli, bermakna tujuannya adalah suatu saat emas itu digunakan untuk membeli kebutuhan lain di masa depan? Ataukah lindung nilai ini berarti mempertahankan nilai total kekayaannya, sebagai bagian dari portofolionya?

Sebagian pihak memandang bahwa gadai emas memberi manfaat lindung nilai dan monetisasi. Manfaat lindung nilai diperoleh dari kepemilikan emas yang masih di tangan orang yang menggadaikan. Manfaat monetisasi diperoleh dari uang yang diutangkan LKS, sehingga bisa digunakan untuk transaksi.

Model gadai emas untuk lindung nilai seperti ini mengandung dua kesalahan. Kesalahan pertama adalah utang tanpa keterpaksaan, bahkan sebenarnya pak Dedi dalam kondisi berlebih bukan kekurangan. Sewajarnya, pihak yang surplus memberi utang pada yang defisit. Kalau orang punya duit masih suka berutang, jadilah ekonomi kita seperti ekonomi Barat yang menggelembung karena utang.

Kesalahan kedua adalah tabungan yang tanpa tujuan. Tabungan untuk pemenuhan kebutuhan masa depan adalah boleh. Salah satu ukuran apakah suatu tabungan itu benar-benar untuk pemenuhan kebutuhan, adalah tabungan itu digunakan saat pemiliknya memiliki kebutuhan. Tapi ketika seseorang punya kebutuhan saat ini, yakni untuk usaha, tapi tabungan emasnya tidak digunakan, hal ini menunjukkan bahwa tabungan emas itu bukanlah untuk pemenuhan kebutuhan.

Karena tabungan emas itu sudah tidak termasuk pemenuhan kebutuhan, maka ia terkategori sebagai jenis tabungan yang kedua, yakni tabungan yang bermotifkan mempertahankan/mengekalkan kekayaan. Dan tabungan kategori kedua ini adalah sesuatu yang buruk.

Apa salahnya mempertahankan nilai total kekayaan? Menyimpan uang, emas, atau apapun juga tanpa keperluan penggunaan yang jelas adalah tidak baik (buruk/salah), karena ada unsur kesia-siaan dan kezaliman. Sia-sia karena tidak dimanfaatkan, cuma disimpan. Kezaliman karena menahannya dari orang lain yang butuh, dalam mekanisme pasar hal ini mewujud dalam kenaikan harga.

Dampak Ekonomi Gadai Emas

Bagaimana perbandingan dampak gadai emas pada ekonomi dibandingkan jika orang itu langsung membeli kebutuhannya? Pada kasus kedua, orang melepaskan uang untuk mendapat barang/jasa. Dampaknya, permintaan barang/jasa naik. Jika persediaan barang tidak ditambah lagi, maka kencenderungannya harga barang/jasa akan naik. Harga emas tidak terpengaruh oleh transaksi ini karena tidak ada transaksi di pasar emas. Demikian pula, pasar dana pinjaman/pembiayaan tidak terpengaruh oleh transaksi kontan tersebut.

Pada kasus gadai emas, orang perlu membeli emas terlebih dulu, baru kemudian digadaikan, lalu uangnya digunakan untuk membeli barang. Akibatnya pada pasar barang/jasa akan sama, yakni harga cenderung meningkat karena kenaikan permintaan. Namun kini pasar emas ikut terpengaruh, permintaan emas meningkat ketika orang membeli emas yang akan digadaikan, sehingga harga emas akan mengalami kenaikan. Selain itu, pasar dana pinjaman/pembiayaan ikut terpengaruh karena terjadi kenaikan permintaan. Akibatnya, tingkat imbalan dari dana pinjaman/pembiayaan akan meningkat pula.

Perlu diperhatikan, pada analisis di atas stok uang fiat tidak bertambah. Sehingga tidak bisa dikatakan bahwa kenaikan harga emas disebabkan banyaknya pencetakan uang. Kenaikan harga emas murni terjadi karena meningkatnya permintaan emas untuk tujuan lindung nilai dan jaminan utang gadai.

Memang benar bahwa awal kesalahan terletak pada uang kertas yang dicetak berlebih sehingga harga-harga naik, termasuk harga emas. Namun kenaikan harga emas saat ini tidak bisa lagi seluruh penyebabnya dituduhkan pada penurunan nilai uang kertas. Depresiasi uang kertas cuma bertanggungjawab sebesar inflasi, yang akhir-akhir ini jarang di atas 10%. Jadi sisa apresiasi harga emas berasal dari kelebihan permintaan emas.

Melihat harga emas yang naik melebihi inflasi itu, apa yang perlu kita lakukan, beli atau jual emas? kebanyakan orang sekarang tidak ragu untuk menjawab, beli. Alasannya, biar dapat untung karena harga naik terus.

Sekarang coba komoditas lain, misal cabai. Harga cabai sekarang naik berkali lipat. Kita sebagai konsumen tentu memilih tidak jadi beli atau mengurangi jumlah pembelian. Petani dan pedagang cabai yang ingin pasti dapat untung akan menjualnya sekarang, mumpung harga naik. Penjual seperti apa yang justru menyimpan cabainya saat harga naik? Mereka adalah penjual yang berspekulasi mengharap untung lebih besar kalau harga naik lagi. Sebagian dari mereka paham betul bahwa dengan menahan stok cabainya, mereka sedang merekayasa agar harga naik lebih tinggi lagi.

Analisis pasar emas tidak beda dengan analisis pasar cabai di atas. Menghadapi kenaikan harga emas ini, apakah kita akan menjadi pembeli dan penjual yang rasional atau yang spekulatif?

Tidak terkategori spekulatif pemilik emas yang bukan penjual emas dan menahan emas itu untuk keperluan tabungan untuk kebutuhan masa depan, seperti pada penjelasan di topik lindung nilai.

Namun bagi mereka yang baru niat membeli emas, jika mereka rasional, maka mereka semestinya membeli emas saat harga turun, bukan saat harga naik.

Singkatnya, saat ini kenaikan harga emas banyak didorong unsur spekulatif. Boleh membeli emas, tapi jangan ikut perilaku spekulatif.

Berangkat dari sini, masuklah kritik saya pada gadai emas. Pada dasarnya gadai emas telah turut berperan dalam melambungkan harga emas di luar kewajaran. Ukuran wajar adalah inflasi, jika sudah di atas inflasi perlu dicurigai, karena penyebabnya bukan lagi depresiasi uang kertas.

Peran gadai emas saya ilustrasikan dengan 2 kasus yang hakikatnya sama.

Kasus 1, seseorang punya uang 40 juta digunakan seluruhnya untuk membeli emas 100 gram secara kontan, lalu digadaikan untuk mendapat utang 36 juta , lalu seluruh utang itu dibelikan keperluannya.

Kasus 2, orang yang sama punya uang 40 juta membeli keperluannya secara kontan 36 juta, lalu utang lagi 36 juta untuk digabung dengan sisa uangnya untuk membeli emas 100 gram.

Pada kedua kasus, orang tersebut sama-sama di awal punya uang 40 juta, pada akhirnya punya emas 100 gram, utang 36 juta, dan bisa membeli keperluan seharga 36 juta.

Mari kita bandingkan dengan kasus ketiga. Orang punya uang 40 juta digunakan membeli keperluan 36 juta dan emas 10 gram seharga 4 juta. Orang ketiga ini memang cuma punya emas 10 gram, tapi ia tidak punya utang 36 juta yang memang tidak ia perlukan. Ia membeli emas sebatas kemampuan riilnya, yakni 4 juta. Ia tidak memaksakan diri untuk membeli di luar keperluan emas 100 gram dengan cara berutang hingga 36 juta.

Gadai emas telah ikut melambungkan harga emas karena menggandakan permintaan emas 10x dari kemampuan riil.

Dampak Moneter dan Keuangan

Perlu diingat bahwa pada sistem moneter standar emas, ada tiga fitur yang memiliki dampak berbeda.
Nilai uang kertas yang diterbitkan dipatok dengan kuantitas emas tertentu. Fitur ini menghasilkan kestabilan nilai uang kertas.

Konvertibilitas uang kertas dengan emas sejumlah nilai yang dipatokkan. Fitur ini menciptakan kepercayaan masyarakat bahwa nilai mata uang benar-benar sesuai patokan.
Pemerintah memback-up uang yang diterbitkan dengan emas yang senilai. Fitur ini menjamin konvertibilitas penuh antara uang dan emas. Kalau back-up emasnya kurang, maka pemerintah tidak bisa melayani semua masyarakat yang ingin menukarkan uangnya dengan emas.

Dari sini nampak bahwa argumen gadai emas sebagai backup uang kertas tidak relevan, karena tidak ada patokan nilai uang terhadap emas yang digadaikan. Walau uang LKS bisa ditukarkan kembali dengan emas saat pengembalian utang, harga emas saat uang diterima nasabah bisa berbeda dengan saat nasabah mengembalikan uang dan mengambil kembali emasnya.

Lagipula, untuk apa memback-up uang di bank ketika yang menerbitkan uang adalah pemerintah? Emas nasabah digunakan untuk memback-up utang, bukan memback-up uang. Emas benar-benar menjadi back-up Rupiah kalau BI menginjeksi uang ke ekonomi dengan cara membeli emas, bukan membeli dolar atau obligasi.

Poin kedua di atas juga terkait dengan argumen bahwa kepemilikan emas akan memperkuat sistem keuangan dan moneter. Kekuatan sistem moneter terwujud jika emas memback-up penerbitan uang dengan menjadi cadangan devisa.

Back-up emas terhadap utang lebih berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan, bukan dengan sistem moneter. Stabilitas sistem keuangan yang berbasis pada utang/kredit bergantung pada aset yang mem-back up utang tersebut. Untuk memback-up utang, aset yang kuat bukan hanya emas, bisa juga tanah, rumah, kendaraan, dll. Yang penting, saat terjadi kredit macet, jaminan utang tersebut bisa dijual dengan harga yang mendekati, bahkan kalau bisa lebih dari nilai utang. Dengan demikian, lembaga keuangan pemberi utang terhindar dari kerugian.


Kesimpulan

1. Jika memang ada keperluan, tidak wajar melakukan lindung nilai dengan mempertahankan kepemilikan emas.

2. Gadai emas berdampak buruk pada ekonomi karena menyebabkan kenaikan harga emas dan tingkat imbalan pembiayaan
3. Gadai emas tidak memperkuat sistem moneter. Sistem keuangan yang berbasis utang lebih kuat dengan back-up aset riil seperti emas. Namun perlu diingat, bahwa yang ingin dibangun dalam ekonomi Islam adalah sistem keuangan berbasis kemitraan (syirkah), bukan basis utang.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Maaf, artikel ini mmg mbahas ttg gadai emas.. Nah, krn kebetulan saat ini sy belum/tidak tertarik untuk gadai emas (hehe.. personal interest y), klo boleh sy ingin menanyakn lbh lanjut ttg tabungan dalam emas.
Ini terkait dengan pernyataan “Jika memang ada tujuan penggunaan di masa depan, maka tidak ada salahnya orang menyimpan/ menabung emas atau uang”. Brarti kalo mnabung dalam bentuk emas utk tujuan haji ato membeli rumah boleh-boleh saja kn? Karena fakta yg ada menunjukkan bahwa nilai emas terus mnguat dibandingkan uang kertas. Bahkan ada yg memprediksi bahwa klo misalnya skrg kita butuh 20 dinar untuk naik haji maka 10 tahun lg hanya akan membutuhkan 10 dinar. So, people said it’s just simply a smarter way to save your money. Memang menginvestasikan uang kita k sektor riil akan jauh lbh baik krn akan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi riil umat namun dalam realitanya, bukan hanya adanya faktor risiko yg ingin dihindari oleh sebagian orang (risk adverse) namun jg tidak mudah untuk menemukan peluang investasi riil. Jika tidak hati-hati bukan tidak mungkin akan kehilangan uang kita karena ketidakcermatan dalam bisnis ataupun terjebak dlm investasi fiktif seperti yg sering terjadi saat ini. Yah, sebenarnya klo mnghadapi tawaran investasi yg jelas tidak masuk akal tk. return-ny kita tdk perlu lg percaya, tp nyatanya banyak yg tertarik n akhirnya tertipu. Maka akan jauh lbh mudah jika kmudian menabung dlm bentuk emas. Apalagi daya beli uang emas terhadap barang jg relatif stabil, misalnya 1 dinar emas = 1 ekor kambing, dan ini bisa dilihat dr catatan harga tahun ke tahun (saat ini 1 dinar > 1,7 jt, harga kambing berapa y?). Bagaimana penjelasan terhadap mengapa nilai uang kertas selalu saja melemah dibandingkan emas sehingga muncul ajakan untuk mngalihkn tabungan dr uang kertas k emas agar tdk tergerus daya beliny oleh inflasi? Mohon penjelasannya. Terimakasih.

Said mengatakan...

Memang kelemahan tabungan emas adalah ia tidak bisa diproduktifkan. Beda misal nabung dengan beli tanah yang bisa kita tanami atau sewakan. Menabung uang di bank juga akan disalurkan bank tersebut untuk memberi modal usaha.

Sementara kelemahan tanah adalah tidak likuid, yakni tidak mudah untuk dijual saat butuh uang. Walaupun likuiditas ini bisa disiasati dengan menggadai tanahnya sementara hingga terjual.

Kelemahan menabung di bank adalah tingkat imbalannya juga saat ini sangat rendah. Keunggulannya adalah tabungan sangat likuid.

Emas selain likuid juga mengalami apresiasi harga tinggi, saat ini melebihi inflasi. Tapi saya tidak menyarankan kita untuk mengejar keuntungan dari selisih harga ini, karena bisa jadi suatu saat harga emas turun.Dan karena harga emas fluktuatif dalam jangka pendek, maka saya tidak menyarankan menabung dalam bentuk emas jika akan diperlukan dalam tempo kurang dari 1 tahun.

Karena itu, saya menyarankan bahwa tabungan emas ini digunakan untuk menyiapkan keperluan yang akan jatuh tempo antara 1-5 tahun, misal mau berangkat haji 4 tahun lagi nabung emas dari sekarang.

Kalau keperluannya masih sangat lama, lebih baik investasi di sektor yang lebih produktif, seperti produksi, dagang, atau tanah yang diproduktifkan. Jangka waktu yang lama itu memungkinkan kita untuk mencairkan aset kita sebelum memerlukannya.

Sementara itu pemikiran dari saya. Wallahu a'lam.