Jumat, 07 Mei 2010

Peran Pasar dan Negara (II): Eklektisisme dan Sektor Sukarela

Jika Eropa dianggap sebagai model ekonomi didominasi negara (welfare state), sementara Amerika Serikat dianggap model ekonomi didominasi pasar (neoliberalisme), apa model yang seharusnya diikuti oleh Indonesia?

Sebenarnya madzhab ekonomi dunia sudah semakin konvergen, di mana welfare state merupakan ayunan pendulum dari ekstrim intervensi negara (sosialisme) ke arah pasar, sementara neoliberalisme merupakan ayunan pendulum dari kapitalisme liberal klasik yang sudah ditarik lebih ke arah intervensi negara sejak masa New Deal namun ditarik lagi ke arah pasar sejak masa Reagan.

Saya merasa sikap yang lebih tepat dalam pilihan pasar-negara ini adalah eklektik: tidak harus ikuti salah satu model secara kaffah. Kita pilih-pilih mana yang lebih cocok untuk diterapkan di Indonesia.


Penyediaan kebutuhan oleh negara memang terkesan menyenangkan: negara tidak mencari untung seperti swasta. Namun kenyataan di Indonesia, walau negaranya tidak cari untung, aparatnya cari untung. Ketika aparat negara cari untung dari publik, mereka bisa lebih serakah dari swasta.

Kadangkala saya merasa ungkapan Reagan cocok dengan kondisi Indonesia, "government is not the solution to our problem; government is the problem". Mungkin kita masih dapat berharap dan terus mengupayakan perbaikan pemerintahan kita. Namun dalam jangka pendek ketika pemerintah tidak bisa diandalkan, apakah keliru untuk melirik pasar jika memang dapat memberikan kebutuhan lebih baik dan lebih murah?

Di sisi lain, saya juga ga sreg jika obat dipatenkan sehingga tidak bisa diproduksi massal dan dijual murah. Saya juga merasa ada yang salah ketika pendidikan menjadi investasi individual: hanya keluarga berduit yang dapat membeli pendidikan bagus.

Sementara ini saya merasa kita harus memutuskan pilihan pasar-negara secara kasus per kasus. Kadangkala dalam satu kasus perlu campuran peran pasar-negara, misal produksi oleh swasta tapi dibiayai negara. Jangan lupa peran sektor ketiga: sektor sukarela.

Persepsi saya terhadap model ekonomi Islam adalah ekonomi di mana peran sektor sukarela ini cukup besar. Sebagaimana peran individual Utsman untuk membeli sumur orang Yahudi ketika kaum muslimin kesulitan air. Peran wakaf juga pernah sangat besar dalam peradaban Islam, tidak hanya untuk masjid dan sekolah, tapi juga pasar.

Model pengelolaan pasar versi Islam sangat menarik untuk diterapkan. Berikut saya copas dari blog elhakimi


Pasar Tradisonal/Pasar ModernPasar IslamKeterangan
Pedagang tidak diwajibkan untuk memahami hukum riba dan fiqih dagangPedagang diwajibkan memahami hukum riba dan fiqih dagangKhalifah Umar bin Khattab ra mengusir pedagang yang tidak memahami riba dan fiqih dagang dari pasar
Pasar tidak serupa dengan masjidPasar serupa dengan masjid, siapa yang datang lebih dulu maka bisa menempati posisi tempat yang diinginkanRasul SAW bersabda: pasar mengikuti sunnah masjid: siapa dapat tempat duluan berhak duduk sampai dia bediri dan kembali ke rumah atau menyelesaikan perdagangannya (Al Hindi, Kanz al Ummal, V 488 no 2688)
Ada kepemilikan pribadiPasar adalah sedekah bagi kaum muslimin, makanya pasar Islam dibangun di atas tanah wakafIbrahim ibnu Mundhir al Hizami meriwayatkan dari Abdullah ibn Ja’far bahwa Muhamad ibn Abdullah ibn Hasan mengatakan, “Rasul SAW memberi kaum Muslimin pasar sebagai sedekah” (Saba K, Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304)
Ada penarikan uang sewaTidak ada penarikan uang sewaIbnu Zabala meriwayatkan dari Khalid ibnu Ilyas al Adawi, “Surat Umar ibnu Abdul Azis dibacakan kepada kami di Madinah, yang menyatakan bahwa pasar adalah sedekah dan tidak boleh ada sewa (kira) kepada siapa pun”. ( As-Samhudi, Wafa al Wafa,749)
Ada penarikan pajakTidak ada penarikan pajakIbrahim al Mundhir meriwayatkan dari Ishaq ibn Ja’far ibn Muhamad dari Abdullah ibn Ja’far ibn al Miswat, dari Syuraih ibn Abdullah ibn Abi Namir bahwa Ata ibn Yasar mengatakan, “Ketika Rasul SAW ingin membuat sebuah pasar di Madinah, beliau pergi ke pasar Bani Qainuqa dan kemudian mendatangi pasar Madinah, menjejakkan kaki ke tanah dan bersabda, ‘Inilah pasar kalian. Jangan membiarkannya berkurang (la yudayyaq) dan jangan biarkan pajak apa pun (kharaj) dikenakan’” (Ibnu Saba K Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304)
Ada pesan dan klaim tempatTidak ada pesan dan klaim tempatIbnu Zabala meriwayatkan dari Hatim ibn Ismail bahwa Habib mengatakan bahwa Umar Ibn Khattab (pernah) melewati Gerbang Ma’mar di pasar dan (melihat) sebuah kendi di dekat gerbang dan dia perintahkan untuk mengambilnya Umar melarang orang meletakkan batu pada tempat tertentu atau membuat klaim atasnya. (As-Samhudi, Wafa al Wafa,749)
Tidak adanya MuhtasibAdanya Muhtasib yang bertugas mengawasi pasar agar tidak terjadi kegiatan muamalah yang melanggar syar’i seperti berdusta dan sumpah palsu dalam menawarkan dagangan, barang-barang haram, penipuan, penimbunan barang, manipulasi harga dan lain-lainKhalifah Umar bin Khattab ra berkeliling sendiri di pasar-pasar untuk mengawasi transaksi di dalamnya.
Beliau membawa tongkatnya untuk meluruskan penyimpangan dan menghukum orang yang menyimpang (Ibnu Sa’ad, ath-Thabaqat al-Kubra 5/43-44).
Umar juga menunjuk para pegawai untuk mengawasi pasar (Ibnu Abdul Barr, al-Isti’ab 4/341)

Tidak ada komentar: