Rabu, 02 September 2009

Kemiripan Industri Farmasi dan Rokok

Faisal Basri menilai aneh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009 tentang BIAYA PROMOSI DAN PENJUALAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO, yang diterapkan khusus pada industri rokok dan farmasi. Ia menilai bahwa industri rokok sebagai produsen bads pantas mendapat disinsentif untuk aktivitas promosinya, tetapi tidak demikian halnya dengan industri farmasi yang menghasilkan goods.

Menurut saya, perusahaan farmasi memang pantas dikenai aturan tersebut. Perusahaan farmasi juga bisa terlalu jor-joran dalam promosi yang tidak memberi manfaat buat konsumen.

Perusahaan farmasi menghasilkan produk obat dan non-obat. Produk non obat seperti minuman suplemen. Produk obat ada yang dijual bebas dan ada yang harus dengan resep dokter.

Promosi jor-joran produk farmasi yang dijual bebas kita dapati di media massa. Dan jangan dikira produk farmasi ini tidak berbahaya ketika dikonsumsi berlebihan. Sehingga promo produk seperti ini juga patut dikekang.

Sementara promosi produk yang tidak dijual bebas walau tidak diketahui publik, namun lumayan jor-joran juga, biasanya untuk memberi insentif pada dokter pemberi resep. Model promo seperti ini pun perlu dikekang.

Konsumen hanya butuh promo yang informatif, bukan yang memanipulasi apalagi merugikan mereka. Regulasi apapun yang bisa mengendalikan promo jenis kedua perlu kita dukung.

Tidak ada komentar: