Sabtu, 16 Februari 2008

Pertumbuhan, Pertumbuhan


Jumat (15/2) Kompas.com memuat 2 berita tentang pertumbuhan. Berita pertama adalah pengumuman BPS tentang pertumbuhan PDB 2007 sebesar 6,32 persen. Berita kedua mengenai penurunan asumsi pertumbuhan ekonomi 2008 pada APBN dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen.

Yang menggembirakan dari pertumbuhan 2007 bukanlah karena ia lebih tinggi dari target pemerintah yang 6,3 persen, namun karena ia merupakan kenaikan tinggi dari pertumbuhan tahun 2006 yang hanya 5,5 persen. Sayangnya, kenaikan pertumbuhan sulit diharapkan berlanjut pada tahun ini, sehingga pemerintah menurunkan asumsi pertumbuhan di APBN.

Penurunan pertumbuhan didorong oleh dua sisi penawaran dan permintaan agregat. Kenaikan harga minyak dunia menyebabkan kontraksi penawaran. Penurunan permintaan terutama disebabkan resesi Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan ekspor Indonesia yang kedua terbesar setelah Jepang.

Penetapan asumsi pertumbuhan pada level 6,4 persen merupakan asumsi konservatif. Angka 6,4 persen ini tidak signifikan berbeda dari realisasi pertumbuhan 2007. Pemerintah tidak ingin menunjukkan kinerja buruk dengan penurunan pertumbuhan pada 2008. Akan tetapi, mengharapkan kenaikan pertumbuhan juga tidak realistis.

Untuk lebih memahami dinamika pertumbuhan, akan lebih baik jika kita meninjau data kuartalan.



Pertumbuhan negatif pada kuartal keempat merupakan kecenderungan musiman, terutama karena akhir tahun merupakan musim paceklik pangan. Walaupun efek musiman ini tidak bisa dihilangkan seutuhnya, perekonomian akan lebih baik jika efek musiman ini minimal.

Karena pertumbuhan senantiasa negatif pada kuartal terakhir, pemerintah tidak akan mengukur kemiskinan pada kuartal ini. Pemerintah cenderung mengukurnya pada kuartal di mana pertumbuhan normal, yakni saat kuartal pertama atau kedua.

Kinerja ekonomi kuartalan lebih tepat dilihat dari pertumbuhan satu kuartal dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun lalu. Dilihat dari angka ini, pertumbuhan kuartal empat masih cukup tinggi, yakni 6,25 persen.


Sektor yang berkontribusi paling besar pada kinerja pertumbuhan tahun ini adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,4 persen. Pertumbuhan tertinggi sebenarnya dialami sektor tansportasi dan komunikasi sebesar 14,4 persen, akan tetapi porsinya pada PDB yang hanya 7,3 persen membuat kontribusinya tidak terlalu besar bagi pertumbuhan ekonomi total.



Sektor yang paling terpukul dengan kenaikan harga minyak kemungkinan adalah transportasi. Sedangkan resesi ekonomi AS cenderung memukul sektor perdagangan dan pariwisata.

Permasalahan sisi penawaran sebaiknya ditangani dengan kebijakan sisi penawaran juga. Akan tetapi, kebijakan pemerintah untuk membatasi penggunaan minyak ini justru semakin menahan ekspansi penawaran. Saya lebih setuju dengan pendapat Chatib Basri untuk menaikkan harga minyak secara (sangat) bertahap dan cukup sering. Saya berharap telah ada yang melakukan penelitian mengenai mana yang lebih ringan dampaknya pada inflasi, kenaikan besar sekaligus atau kenaikan kecil namun berulang-kali.

Di sisi permintaan, penurunan ekspor ke AS perlu disiasati dengan mencari substitusi pasar ekspor baru. China dan India yang sedang mengalami pertumbuhan tinggi, serta negara-negara penghasil minyak yang menikmati kenaikan harga minyak merupakan calon pengganti yang bagus bagi AS. Tentunya komoditas ekspor yang diminta akan berbeda dari yang diminta AS, sehingga redistribusi pendapatan tetap akan terjadi antara eksportir yang kehilangan pelanggan dari AS kepada eksportir yang mendapat pelanggan dari negara tujuan baru tersebut. Hal tersebut tidak dapat dihindari. Kita hanya mengusahakan agar manfaat bersih perubahan tersebut tetap positif untuk rakyat Indonesia.

1 komentar:

Click2Pay casino mengatakan...

The matchless message, is pleasant to me :)