Evaluasi perkembangan keuangan Islam bisa diukur dari sisi kuantitas dan kualitas. Dari sisi kuantitas jelas terjadi kemajuan dengan pertumbuhan tinggi aset. Namun bagaimana dengan kualitas kepatuhan syariahnya?
Jika kita cermati ide awal keuangan Islam adalah keuangan yang berbasis bagi laba dan rugi. Namun pada praktiknya, pembiayaan berbasis bagi laba-rugi ini kalah dominan dibandingkan pembiayaan berimbalan tetap berbasis utang dan jual-beli.
Di Indonesia, statistik porsi pembiayaan bagi hasil bank syariah cenderung meningkat sepanjang waktu. Padahal kenyataannya, bank syariah hanya melakukan channeling/executing dana ke BMT dengan akad mudharabah, namun terdapat syarat bahwa penyaluran dana tersebut hanya boleh menggunakan akad murabahah. Jadi sebenarnya apa yang terjadi pada keuangan Islam di Indonesia tidak berbeda dengan negara lainnya, yakni murabahah menjadi akad dominan dan porsi mudharabah/musyarakah tidak signifikan.
Kkualitas keuangan Islam juga menurun sejalan dengan dikenalkannya produk-produk baru yang justru semakin mendekati riba. Produk ini biasanya dicirikan dengan penggabungan utang dan jual-beli atau jasa.
Jika kita melihat gelombang pertama keuangan Islam dimulai dengan pendirian BMT-BMT. Gelombang itu terus membesar hingga muncul bank-bank syariah.
Gelombang pertama ini dirintis oleh minoritas kreatif dan idealis yang berjuang menggantikan keuangan konvensional dengan keuangan Islam. Setelah menjadi gelombang besar, makin banyak orang terbawa arus yang tidak punya misi dan nilai-nilai sekuat kelompok perintis tersebut.
Lama-lama, jumlah orang yang terbawa arus ini menjadi lebih banyak dari kelompok perintis. Mereka pun mulai memegang peran dan menentukan ke arah mana gelombang menuju. Sangat terbuka kemungkinan gelombang berbalik arah.
Sampai pada titik ini, kelompok minoritas idealis tidak boleh berdiam diri, atau mereka akan melihat berbaliknya arah gelombang menjauh dari ideal keuangan Islam. Mereka harus membangun riak gelombang baru yang menghadang arus balik gelombang, dan mendorongnya kembali ke arah yang dituju.
Riak gelombang baru ini bisa jadi berwujud lembaga-lembaga rintisan baru, sebagaimana BMT dulu menjadi rintisan gelombang lama. Lembaga rintisan baru ini merevitalisasi ide-ide lama ekonomi berbagi agar lebih dapat diterapkan di lapangan, untuk membantah dalih berbaliknya gelombang lama bahwa ide lama sulit dipraktikkan.
Perbedaan antara minoritas idealis dengan arus utama hanyalah pada kesabaran untuk menepati asas. Arus utama menggunakan prinsip "mau menang harus cepat dan fleksibel". Minoritas idealis berprinsip "biar lambat asal selamat".
2 komentar:
halo mas, aktif nulis di sini ternyata.... =P
Artikel yang menarik..
Makasih infonya..
Salam...:)
Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
http://fecon.uii.ac.id/
Posting Komentar