Sabtu, 17 Maret 2012

Subsidi BBM? No! Subsidi Pangan? Yes!

Jika anda jadi presiden dan punya alokasi anggaran untuk orang miskin 100 trilliun, dalam bentuk program apa anggaran tersebut akan anda salurkan?
A. subsidi pendidikan
B. subsidi pangan
C. bantuan langsung tunai
D. subsidi BBM
E. lainnya, sebutkan ...

Jika anda memilih opsi D, saya tidak akan mungkin memilih anda jika anda mencalonkan diri jadi presiden. Sudah umum diketahui bahwa orang kaya lebih banyak mengkonsumsi BBM dari orang miskin. Di tengah masih banyaknya orang miskin di Indonesia, tidak masuk akal dan tidak sampai hati jika negara masih terus memberi subsidi pada komoditi yang lebih banyak dikonsumsi orang kaya.

Jika hal ini memang begitu terang, mengapa masih banyak orang Indonesia menolak penghapusan subsidi BBM? Penolakan itu terjadi karena masalah penghapusan subsidi BBM dipersepsi bukan sebagai pilihan antara berbagai jenis subsidi, tapi pilihan antara ada subsidi dan tidak ada subsidi sama sekali. Walau mereka tahu orang kaya lebih banyak menikmati subsidi tersebut, jika tidak ada subsidi sama sekali sebagai pengganti, orang miskin juga yang paling berat merasakan dampaknya. Dampak yang lebih besar dirasakan orang miskin justru dari kenaikan harga-harga yang mengikuti kenaikan harga BBM.

Bukankah pemerintah memberikan kompensasi BBM dalam bentuk antara lain bantuan langsung tunai dan beasiswa sekolah? Persoalannya bukan bahwa kompensasi yang diberikan tidak sebanding, tapi pada distribusi kompensasi tersebut. Subsidi langsung pada sasaran orang miskin punya kelemahan tidak seluruh orang miskin ikut tersentuh. Selalu ada kelemahan dalam penyaluran subsidi langsung sehingga ada orang miskin yang tidak ikut mendapatkannya, terlepas dari masalah ada orang yang tidak berhak tapi ikut mendapatkan subsidi tersebut. Kelompok orang miskin yang terakhir ini ikut menderita dari kenaikan harga-harga, tapi tidak menikmati kompensasi.

Ketika mengatakan selalu ada kelemahan dalam penyaluran subsidi, bukan berarti angkanya besar secara relatif. Tapi masyarakat akan sangat peduli walau hanya satu orang sekalipun yang mengalami nasib buruk tidak tersentuh kompensasi. Media massa kita sangat pintar memompa emosi kita dengan kisah tragis masyarakat yang tidak beruntung. Kita memang harus menjadi masyarakat yang berempati dan media massa memang harus melaporkan ketidakadilan yang terjadi, tapi kita juga harus jaga kepala agar tetap dingin.

Di tengah kelemahan pelaksanaan dan sensitivitas masyarakat pada dampak penghapusan subsidi BBM pada kenaikan harga-harga, saya rasa pemerintah perlu mengambil opsi tengah seperti pengalihan subsidi dari BBM ke pangan. Kenaikan harga tetap akan terjadi ketika harga BBM naik, tapi pengeluaran orang miskin bisa tidak berubah atau bahkan turun jika harga pangan turun cukup jauh pada saat bersamaan.

Kompensasi berupa subsidi langsung seperti yang dilakukan pemerintah selama ini sebenarnya lebih efektif dan tepat sasaran per rupiah subsidi yang disalurkan, tapi kenyataan ketidaktercakupan sebagian orang miskin yang selama ini dan mungkin akan terus terjadi akan selalu menjadi hambatan politik untuk pemerintah menjalankan pengalihan subsidi BBM. Pengalihan subsidi ke pangan terhindar dari masalah ini karena semua orang, baik orang miskin maupun orang kaya, bisa ikut menikmati subsidi tersebut selama mereka membeli barang pangan yang disubsidi.

Tidak seperti subsidi langsung, sebagian subsidi pangan ini juga akan dinikmati oleh orang kaya yang ikut membeli pangan yang disubsidi. Tapi paling tidak kebocoran subsidi ke orang kaya ini tidak sebesar subsidi BBM. Bagian pendapatan orang miskin yang dibelanjakan untuk makanan cenderung lebih besar daripada bagian pendapatan orang kaya untuk makan. Dengan demikian, kontribusi subsidi pangan dalam mengurangi belanja orang miskin secara relatif akan lebih besar daripada mengurangi belanja orang kaya.

Saya harap usulan pengalihan subsidi BBM ke subsidi pangan ini bisa menjadi jalan tengah di mana keadilan masih bisa dicapai dan penerimaan masyarakat akan lebih besar daripada jika dialihkan ke subsidi langsung seperti pilihan pemerintah selama ini.

1 komentar:

harymawan.iman mengatakan...

Di negara maju, diferensiasinya adalah berdasarkan sistem identifikasi warga, entah itu subsidi listrik, bbm, air, asuransi kesehatan, semua terdiferensiasi berdasarkan identifikasi personal. Bisa jadi titik utama potensi penyimpangan berada pada poin ini. Atau bisa jadi proses identifikasi ini memang dipersulit oleh pihak tertentu karena hampir semua kebijakan (BBM, listrik, pangan, dll) masih punya potensi penyimpangan yang besar.
Subsidi pangan bisa jadi meminimalisir kebocoran anggaran mengingat komoditas ini lebih "murah" jika dibandingkan dengan minyak. Namun komoditas ini juga berskala luas dimana semua orang butuh (baik kaya maupun miskin). Apa tidak sebaiknya subsidi lebih diprioritaskan pada bidang kesehatan (dimana bidang ini sudah banyak dikapitalisasi) dan pendidikan. Baru kemudian secara proporsional dialokasikan kepada bidang pangan dan infrastruktur daerah2 potensial.